Senin, 15 Oktober 2012

HUBUNGANM STRUKTUR, KELARUTAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT


Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu polar, seperti air damn pelarut non polar seperti lemak.
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivtas biologis dari aktivita biologis dari senyawa seri homolog. Sifat kelarutan juga berhubungan erat dengan proses absorbs obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derjat absorbsinya.
A.    Aktivitas biologis senyawa seri homolog.
Pada beberapa seri homolog senyawa sukar terdiosiasi, yang perbedaan struktur hanya menyangkut perbedaan jumlah dan janjang rantai atom C, intensitas aktivitas bioloigisnya tergantung pada jumlah ato C.
Contoh senyawa seri homolog :
1.      N-alkohol, alkil serorsinol, alkil fenol dan alkil kresol (anti bakteri)
2.      Ester asam para-amino benzoate (anestesi setempat)
3.      Alki 4,4’-stilbenediol (hormone estrogen).

B.     Hubungan  koefisien partisi dengan efek anestei siatemik
Koefisien partisi pertama kali dihubungkan denegan aktivitas biologis, yaitu efek hipnotik dan anestesi, obat-obat penekanan sistem sistem saraf pusat oleh Overton dan Meyer (1899).
1.      Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti ester, hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi.
2.      Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak, seprti sel saraf.
3.      Efesiensi anestesi atau hipnoyik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau distribusi senyawa dalam fase lemak dan fase air jaringan.

C.     Prinsip perguson.
Efek anestesi cepat terjadi dan dipertahankan pada tingkat yang sama asalkan ada cadangan obat dalam cairan tubuh. Bila cadangan tersebut habis, maka efek anestesi segera berakhir. Hal tersebut menunjukan bahwa ada keseimbangan kadar obat pada fase eksernal atau cairan luar sel dan biofasa, yaitu fasa pada tempat aksi obat dalam organism.
Pada banyak senyawa seri homolog aktivitas akan meningkat sesuai dengan jumlah atom C. perguson menyatakn bahwa sebenarnya tidak perlu menentukan kadar obat dalam biofasa atau reseptor karena pada keadaan kesetimbangan kecendrungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa eksternal adalah sama, walupun kadar obat dalam masing-masing fasa mungkin berbeda. Kecendrungan obat untuk meninggalkan fasa disebut aktifitas termodinamika,
Aktivitas thermodinamika (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat dihitung melelui persamaan sebagai berikut :
a =
Pt : tekanan parsil senyawa dalam larutan, yang diperukan untuk menimbulkan efek biologis
Ps : tekanan uap jenuh senyawa.
Aktivitas thermodinmika (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung melalui persamaansebagai berikut :
a =
St : kadar molar senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis
So : kelarutan senyawa.

Berdasarkan model kerja farmakologisnya, secara umum obat dibagi menjadi dua golongan yaitu senyawa berstruktur tidak spesifik dan senyawa berstruktur spesifik.
1.      Senyawa berstruktur tidak spesifik
Senyawa berstruktur tidak sepsifik menunujak aktivitas fisik dengan karateristik sebagai berikut :
a.       Efek biologis berhubunga secar langsung dengan aktivitas thermodinamik dan memerlukan dosis yang relative besar.
b.      Walaupun perbedaan struktur kimia dasar, asal aktiitas thermodinamik, hampeir sama akan memberikan efek yang sama.
c.       Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa eksternal.
d.      Bila terjadi kesetimbangan, aktivitas thermodinamik masing-masing fas harus sama.
e.       Pengukuran aktivitas thermodinamik pada fasa eksternal juga mencerminkan aktivitas thermodinamik biofasa.
f.       Senyawa dengan derajat kejenuhan sama, mempunyai aktivitas thermodinamik sama sehingga derajat efek biologis sama pula. Oleh karena itu larutan jenuh dari senyawa dengan struktur yang berbeda dapat memberikan efek biologis sama.

Contoh senyawa berstruktur tidak sepesifik :
1.      Obat anestesi sistemmik yang berupa gas atau uap, seperti etil klorida, asetilen, nitrogen oksida, eter dan klorofrom.
2.      Insektisida yang mudah menguap dan bakterisida tertentu, seperti timol, fenol, kresol, n-alkohol dan resolsinol.


3.      Senyawa berstruktur spesifik.
Senyawa besrtruktur spesifik adalah senyawa yang memberikan efeknya dengan mengikat reseptor atau aseptor yang spesifik

Mekanisme kerjanya dapat melalui ialah salah satu cara beirkut, yaitu :
1.      Berkerja pada enzim.
2.      Antagonis
3.      Menekan fungsi gen
4.      Berkerja pada membran.

Karateristik :
a.       Efektif pada kadar yang rendah.
b.      Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
c.       Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dibandingkan dengan ikatan pada senyawa yang berstruktur tidak spesifik.
d.      Pada keadaan setimbang aktivitas biologisnya maksimal.
e.       Secara umum mempunyai struktur dasar karateristik yang bertanggung jawab terhadap efek biologisnya senyawa analog.
f.       Sedikit perubahan strktur dapat mempengaruh secara drastic aktivitas biologis obat.

Contoh obat berstrutur spesifik diantara lain : analgetik (morfin), antihistamin (difeniduamin), diuretika penghambat monoramin oksidase (asetazolamid) dan β-adrenergik (salbutamol

STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan toksisitas kerja obat sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal.
Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan dua jalur, yaitu :
1.      ·         Obat aktif setelah masuk ke dalam peredaran darah, langsung beinteraksi dengan reseptor dan menimbulakan respons biologis.
1.      ·         Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).
Metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh. 
1.       Faktor-faktor yang mempengaruuhi metabolisme obat.
·         ·         Factor genetik atau keturunan.
Hal ini ditunjukan dengan perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat yang kadang-kadang terjadi dalam sistem individu.
·         ·         Perbedaan spesies dan galur.
Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya.
·         ·         Perbedaan jenis kelamin.
·         ·         Perbedaan umur.
·         Penghambatan enzim metabolisme.
·          Indikasi enzim metabolisme.
·         Faktor-faktor lain.
Diet makanan, keadaan kurang gizi, ganguan keseimbangan hormone, kehamilan, peningkatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan patologis hati.

1.       Tempat Metabolisme Obat.
perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ. Organ seperti hati, ginjal, dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolism disbanding dengan organ lain, setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk ke peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organik yang melewati sel-sel hati secaraperlahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekskresikan  melalui urin.

            Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organik Asing.
Reaksis metabolisme obat dan senyawa organic asing ada dua tahap, yaitu :
1.      Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisme.
2.      Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi.

a.       Reaksi fasa I
1.      Reaksi oksidasi.
-          Oksidasi gugus aromatic, ikatan rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari gugus karbonil dan imin.
-          Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik.
-          Oksidasi sistem C-N, C-O, dan C-S
-          Oksidasi alcohol dan aldehid
-          Reaksi oksidassi lain.

2.      Reaksi reduksi.
-          Reduksi aldehid dan keton.
-          Reduksi senyawa azo dan nitro
-          Reaksi reduksi lain.
Reaksi fasa I dapat dicapai dengan :
·              Secara langsung memasukan gugus fungsional. Contoh : hidroksilasi senyawa aromatik dan alifatik.
·            Memodifikasi gugus fungsional yang ada dalam struktur molekul, contoh : reduksi gugus keton atau aldehid menjadi alcohol.
Fasa ini dapat menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkojugasiatau mengalami reaksi fasa II.

b.      Reaksi fasea II
Konjugasi asan glukuronat, konjugasis sulfat, konjugasi dengan glisin dan glukamin, konjugasi dengan glukation/asam merkaturat.

c.       Reaksi asetilasi.
d.      Reaksi metilasi.



"PERMANGANOMETRI" penetaapan kadar nitrit


Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran untuk penetapan kadar zat. Permanganometri termasuk ke dalalam analisa volumetri. Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui perhitungan volume. Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis volumetric

Didalam proses titrasi permanganometri, digunakan 2 larutan baku, yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
Larutan baku primer yaitu larutan dimana dapat diketahui kadarnya dan stabil pada proses penimangan, pelarutan, dan penyimpanan.
Senyawa yang dipakai untuk standar primer adalah: natrium oksalat (Na2c2o4)
Larutan baku sekunder yaitu larutan dimana konsentralisinya ditentukan dengan jalan pembekuan dengan larutan, atau secara langsung tidak dapat diketahu kadarnya dan kestabilannya didalam proses penimbangan, pelarutan dan penyimpanan.
Senyawa yang  dipakai untuk lartan skunder pada titrasi permanganmetri adalah kalium permanganate (kmno4)
·         Pembakuan Larutan Kalium Permanganat
Metode untuk melakukan standarisasi kalium permanganat, diantaranya adalah dengan menggunakan natrium okasalat (Na2C2O4), asam oksalat (N2C2O4) dan dengan Arsen (III) oksida. Tapi dalam percobaan ini hanya menggunakan natrium oksalat (Na2C2O2).
Natrium oksalat (Na2C2O2) merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. Larutan natrium oksalat dititrasi dengan larutan kalium permanganat samapai warna berubah dari bening menjadi merah muda. Reaksi ini berjalan lambat pada temperatur kamar dan sehingga diperlukan pemanasan hingga 60ºC. Bahkan bila pada temperatur yang lebih tinggi reaksi akan berjalan makin lambat dan bertambah cepat setelah terbentuknya ion mangan (II). Pada penambahan tetesan titrasi selanjutnya warna merah hilang semakin cepat karena ion mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis, katalis untuk mempercepat reaksi dan reaksi ini disebut dengan autokatalitik. Autokatalitik adalah reaksi dimana katalisator dapat terbentuk dan diproduksi dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitik dengan cara bereaksi dengan cepat dengn katalitiknya untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), dimana pada gilirannya secara tepat mengoksidasi ion oksalat kembali ke kondisi divalensi.
Pada standarisasi larutan kalium permanganat dengan natrium oksalat dilakukan pencampuran 0,1 gram natrium oksalat yang telah diencerkan dengan akuades dengan H2SO4. Reaksi yang terjadi pada proses pencampuran antara natrium oksalat dengan H2SO4 adalah sebagai berikut :
2Na+ + C2O42- + 2H+ + SO42- H2C204 + 2Na+ + SO42-
Dari reaksi di atas terlihat bahwa fungsi pengasaman larutan tidak lain adalah untuk memperoleh hasil yang berupa produk asam oksalat dan sebagai katalis. H2SO4 merupakan katalis yang bertujuan memperkecil besarnya energi aktifasi. Serta berfungsi untuk mempercepat jalannya suatu reaksi dalam keadaan asam sampai H2SO4 ini tidak bereaksi menghasilkan reaksi samping.
Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda pada larutan yang permanen dan tidak hilang selama beberapa menit. Perubahan warna ini terjadi karena Mn2+ (larutan bening) dan MnO4- (KMnO4) tereduksi oleh Na2C2O4 menjadi Mn2+ (merah muda). Titik ekivalen terjadi karena mol titrat sama dengan mol titran
Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer hingga didapatkan konsentrasi permanganat. Sebagai asam tidak dapat digunakan HCl. Karena HCl dapat dioksidasi menjadi klor dan reaksi ini mengakibatkan dipakainya larutan permanganat yang berlebih. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan adalah sebagai berikut :
5C2O42- + 8MnO4- + 16H+ 10CO2 +2Mn2- + 8H2O
Dari titrasi yang telah dilakukan, volume rata-rata KMnO4 yang digunakan untuk titrasi adalah 3,3 ml. Dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi KMnO4 yaitu 0,14 N.
Dengan keistimewaannya sebagai zat pengoksida kuat dan dapat bertindak sebagai indikator, maka larutan kalium permanganat digunakan sebagai zat baku dalam penetapan kalium dan kadar nitrit dalam percobaan ini
.
·         Penentuan Kadar Nitrit

            Penentuan kadar nitrit ditentukan melalui titrasi redoks menggunakan larutan baku kalium permanganat. Penitrasian ini dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda dengan standarisasi larutan kalium permanganat. Perbedaannya pada standarisasi larutan kalium permanganat, KMnO4 yang digunakan sebagai titran. Sedangkan pada penentuan kadar nitrit, NaNO2 yang digunakan sebagai titran.
   Penambahan H2SO4 dilakukan karena H2SO4 ini berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat laju reaksi dalam keadaan asam. Serta bertujuan untuk mmperkecil besarnya energi aktifasi yang timbul dan juga agar tidak menghasilkan reaksi samping. Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat hilangnya warna ungu pada larutan. Dengan kata lain, titik akhir titrasi (titik ekivalen) ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan dari ungu menjadi bening. Perubahan warna ini terjadi karena titik ekivalen dicapai. Titik ekivalen terjadi karena mol titran sama dengan mol titrat. Selama titrasi berlangsung KMnO4 lenyap bereaksi. Tetapi, setelah titrat habis KMnO4 ini warnanya memudar hingga lenyap akibat reaksi MnO4- dengan Mn2+ hasil titrasi. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi adalah sebagai berikut :
5NO2- + 2MnO4- + 6H+ 2Mn2+ + 3H2O + 5NO3-
Volume rata-rata natrium nitrit yang digunakan untuk titrasi adalah 11,6 ml. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar nitrit yaitu 13,8 %. Pada percobaan ini, tidak menggunakan indikator karena larutan KMnO4 dapat dipakai untuk indikator penentuan titik akhir titrasi. KMnO4 tidak memiliki range pH, tetapi hanya bekerja sebagai indikator pada umumnya.
REFERENSI